Analisis Novel The Mill on the Floss

 Memahami The Mill on The Floss

Diterjemahkan dari Sparknotes

 


Klaim Masa Lalu akan Identitas Sekarang

Baik karakter maupun tempat dalam The Mill on the Floss disajikan sebagai produk multi-generasi saat ini. Arsitektur St. Ogg’s memiliki sejarah ratusan tahun di dalamnya. Demikian pula, Maggie dan Tom adalah produk turun-temurun dari dua garis keluarga – keluarga Tullivers dan Dodson- yang memiliki sejarah panjang dan persaingan. Dalam novel, masa lalu memiliki pengaruh yang nyata dan efek yang menentukan cerita para karakternya. Dalam buku pertama, diceritakan dengan hati-hati tentang masa kecil Maggie dan Tom yang kemudian menjadi cerita masa lalu sepanjang novel. Maggie menyimpan kenagan masa kecilnya yang suci itu dan hubungannya dengan waktu memengaruhi perilakunya di masa depan. Dalam hal ini, masa lalu bukanlah sesuatu yang harus dihindari dan juga bukan sesuatu yang akan bangkit kembali untuk menakuti, melainkan bagian tak terpisahkan dari karakter Maggie (dan ayahnya), yang menjadikan kesetiaan terhadap masa lalu sebagai suatu keharusan. Buku pertama dengan jealsa menampilkan penderitaan hidup tanpa masa lalu – kedalam emosi masa kanak=kanan Maggie hampit tak tertahankan baginya karena dia tidak memiliki masalah dari masa lalunya untuk dilihat kembali dan dijadikan pelajaran untuk situasi yang dihadapinya kemudian. Stephen hadir sebagai contoh bahaya dalam mengabaikan masa lalu. Dr. Kenn semacam tolok ukur moral dalam novel, mengkritik pengabaian masa lalu di mana Stephen adalah bagian dari hal tersebut dan apa yang hendak dilupakan oleh Maggir: “Saat ini segala sesuatu tampaknya cenderung ke arah pelonggaran ikatan- ke arah penggantian pilihan yang tidak patuh kepada masa lalu.” Jadi, tanpa pengenalan masa lalu yang dapat digunakan untuk membentuk karakter, seseorang hanya dibiarkan mengikuti keinginan saat ini dan tunduk pada emosi yang ekstrem dan akhirnya menjadi kesepian.

Pentingnya Simpati

The Mill on the Floss bukanlah novel religi, tetapi sangat berkaitan dengan moralitas yang harus berfungsi antara semua orang dan harus mencita-citakan hubungan penuh kasih dengan orang lain melalui simpati. Perumpamaan St. Ogg menghadiahkan simpati penambang yang tak perlu dipertanyakan lagi dengan yang lain, dan Maggie, dalam rekreasi terakhirnya di adegan St. Ogg selama banjir, dibenarkan atas dasar simpatinya yang mendalam dengan orang lain. Kebalikan dari simpati dalam novel ini ditemukan bentuk variasi egoisme. Tom tidak memiliki kemampuan bersimpati seperti Maggie. Dia memiliki etika sempit dan mementingkan diri sendiri sebagai usahawan yang sedang berkembang: Tom menjelaskan kepada Mr. Deane bahwa dia peduli dengan posisinya sendiri, dan Mr. Deane memujinya, “Itu adalah semangat yang benar, dan saya tidak pernah menolak untuk membantu siapa pun jika mereka memiliki pikiran untuk mencari keadilan bagi diri mereka sendiri.” Stephen pun terlihat sebagai sosok yang menempatkan dirinya di atas orang lain. Argumen yang mendukung kawin larinya dengan Maggie semua berkisar pada pengistimewaan emosinya sendiri atas emosi orang lain, bahkan Maggie sekalipun. Sebaliknya, simpati timbal balik Maggie, Philip, dan Lucy dijunjung tinggi sebagai kemenangan moral dalam tragedi buku terakhir. Eliot sendiri percaya bahwa tujuan seni adalah untuk menyajikan kepada pembaca berupa keadaan dan karakter yang realistis yang pada akhirnya akan memperbesar kapasitas pembaca untuk bersimpati kepada orang lain. Kita dapat melihat logika ini bekerja melawan asketisme muda Maggie. Penyangkalan diri Maggie melukai dirinya sendiri secara moral karena dia menyangkal pengalaman intelektual dan artistik yang akan membantunya memahami penderitaannya sendiri dan kasihan pada penderitaan orang lain.

Mini Essay

The Mill on the Floss adalah novel feminis dalam arti bahwa novel itu menampilkan kesulitan dalam masa dewasa Maggie, dan kesulitan itu terbukti diperparah oleh pandangan sempit masyarakatnya tentang perempuan. Terutama selama masa kanak-kanak, kita terus-menerus menyaksikan bagaimana karakter yang lebih tua mengabaikan atau meremehkan kecerdasan Maggie hanya karena dia perempuan. Bahkan Tom pun menunjukkan sikap seperti itu- dia menganggap bahwa adalah haknya untuk menjaga Maggie serta merawatnya. Dalam adegan seperti ketika Mr. Stelling mengatakan bahwa inteligensi wanita itu dangkal, jelas kita dibuta marah dengan ucapan tersebut dan secara otomatis merespon bahwa ucapannya salah.

Secara signifikan, pandangan masyarakat yang keliru tentang kedangkalan perempuan ternyata juga berdampak buruk pada laki-laki- Tom sama menderitanya dengan Maggi akibat kesalahan sistem pendidikan. Struktur novel itu sendiri menampilkan Maggie yang tidak dapat bergerak di luar lingkungan keluarganya. Kita tidak diperlihatkan bagian dimana Maggie sendirian, mengajar, dan berfokus, sebaliknya, kita menemukan Maggie dalam adegan bersama keluarga dan teman-temannya, di mana kepatuhan, atau pembangkangan, pada kehendak mereka membuatnya dalam masalah. Bagian-bagian yang berhubungan dengan moralitas masyarakat hipokrit St. Ogg adalah kaitannya dengan perempuan- perempuan kita dinyatakan sebagai yang paling mementingkan diri sendiri dan dangkal- namun, realisme yang keras ini tidak mengubah gagasan feminis dasar dalam novel.

The Mill on the Floss kebanyakan menceritakan masalah-masalah dari masa kecil hingga masa dewasa Maggie Tulliver, tapi berbagai latar cerita yang detil mengungkapkan perubahan masyarakat sepanjang waktu dan sangat berhubungan dengan perubahan nyata sosiologi dan ekonomi masyarakat Inggri pada tahun 1830an. Novel ini menempatkan dirinya di puncak tatanan ekonomi baru. Cara lama hubungan kehidupan lokal, diilustrasikan melalui Mr. Tulliver, serta cara lama dengan perubahannya perlahan digambarkan oleh Gleggs dan Pullets, seperti yang ditunjukkan untuk memberi jalan kepada tatanan baru spekulasi kapitalisme. Keluarga Tulliver telah memiliki Dorlcote Mill selama bertahun-tahun, tetapi tiba-tiba, keluarga baru seperti Pivart berubah maju dengan cepat, menjadi kaya dan memiliki properti. Sepanjang novel, kita menyaksikan bagaimana Mr. Deane berubah menjadi kaya, menjadikan Mrs. Deane sebagai saudara Dodson yang paling sukses, ketika Mrs. Pullet telah mengklaim kehormatan itu selamat bertahun-tahun sebelumnya. Mr. Deane sendiri menunjuk salah satu agen perubahan ini, berkat mesin uap. Mr. Deane juga mengatakan bahwa era pertanian digantikan oleh era perdagangan: “Seseorang berkata bahwa lebih baik menanam dua bulir jagung di tempat yang sebelumnya hanya satu; tetapi, Tuan, itu juga baik, untuk memajukan pertukaran komoditas, dan membawa biji-bijian jagung ke mulut yang lapar.” Membeli barang dengan harga murah dan menjualnya untuk mendapatkan keuntungan adalah cara yang digunakan Top untuk menghasilkan banyak uang dan melunasi hutang keluarganya. Akhirnya, kekuatan ekonomi ini terbuktu mempengaruhi sosiologi masyarakat di mana keberuntungan dapat diperoleh dengan cepat namun juga hilang dengan mudah, dan hirarki komunitas menjadi tidak stabil. Dengan demikian, anak muda di St. Ogg tidak lagi dibatasi dalam memilih pasangan seperti dulu- Stephen dapat menikah dengan Lucy Deane, dan bahkan dengan Maggie Tulliver, dan pengacara Wakem dapat menyetujui perjodohan antara putranya dengan Maggie.

Meskipun Philip Wakem ditampilkan dapat mengajari Maggie banyak hal dan mampu membawa Maggie menerima dirinya sendiri, Tom masih tetap menjadi karakter dengan kekuatan paling berpengaruh atas Maggie. Pengaruh Tom terhadap Maggie sulit dilacak karena alasan yang sama bahwa pengaruhnyalah yang paling kuat: Tom memiliki pengaruh negatif terhadap sensibilitas Maggie. Sebagai anak-anak, Tom-lah yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan cinta Maggie. Seiring bertambahnya usia, Tom-lah yang memungkinkan perubahan dalam perjuangan batin Maggie. Ketika Tom mengetahui tentang pertemuan rahasia Maggie dan Philip Wakem, Tom, untuk pertama kalinya, mengartikulasikan kegagalan Maggie dalam hal kegagalan untuk memenuhi tugasnya (sampai saat itu, kegagalan Maggie dilihat sebagai akibat dari ketidaksabarannya). Kegagalan Maggie akan tugas terhadap keluarga dekatnya mempengaruhi perjuangan batinnya sepanjang novel, yang kemudian dipahami olehnya sebagai pertentangan antara tugas dan cinta. Selain itu, bagia Maggie masa kecilnya dengan Tom=lah yang dia rindukan sepanjang masa dewasanya- kenangannya ke masa lalu ini sepenuhnya karena pengaruh masa kecil Tom padanya. Akhrinya, struktur novel itu sendiri mengajak kita untuk mengenali kekuatan formatif tertinggi yang dimiliki Tom atas Maggie. Menjelang akhir novel, dalam adegan dengan Tom yang tak kenal ampun yang menggugah simpati pembaca paling banyak dan memungkinkan kita untuk mengklasifikasikan Maggie Tulliver sebagai sosok yang tragis. Adegan terakhir, di mana saudara laki-laki dan perempuan tenggelam bersama, membatalkan potensi pentingnya tokoh seperti Philip atau Stephen, menegaskan sentralitas pengembangan karakter Tom untuk Maggie.

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Novel Emma

Analisis Novel The Secret Garden

Analisis Novel Breakfast at Tiffany's