Analisis Novel Uncle Tom''s Cabin

 Memahami Uncle Tom's Cabin

Diterjemahkan dari Sparknotes



TEMA

Kejahatan Perbudakan

Uncle Tom’s Cabin ditulis setelah pengesahan Undang-Undang Fugitive Slave tahun 1850, yang mengizinkan siapapun di Amerika untuk menangkap para budak yang melarikan diri. Novel ini berusaha untuk menyerang hukum ini dan institusi yang melindunginya, tanpa henti mengampanyekan emansipasi budak dan pembebasan untuk semua orang. Setiap adegan dalam Stowe, sambil menyajikan karakter dan plot, juga berfungsi, tanpa terkecuali, untuk meyakinkan pembaca-terutama pembaca dari daerah Utara pada Zaman Stowe- bahwa perbudakan itu jahat, tidak mencerminkan nilai-nilai kristiani, dan tidak dapat ditoleransi dalam masyarakat sipil.

Di sebagian besar cerita dalam novel, Stowe mengeksplorasi permasalahan perbudakan dalam latar yang cukup ringan., di mana budak dan tuannya memiliki hubungan yang tampak baik. Di rumah Shelby, dan juga di rumah St. Clare, para budak memiliki tuan baik yang tidak melecehkan atau menganiaya mereka. Stowe tidak memberikan latar cerita seperti itu untuk menunjukkan kejahatan perbudakan yang kondisional. Dia berusaha untuk mengekspos kejahatan perbudakan bahkan dalam skenario kasus terbaiknya. Meskipun Shelby dan St. Clare memiliki kebaikan dan kecerdasan, kemampuan mereka untuk menoleransi perbudakan membuat mereka munafik dan lemah secara moral. Bahkan dibawah tuan yang baik hati, budak pun masih menderita, seperti yang kita lihat ketika Shelby yang mengalami masalah finansial harus menghancurkan keluarga Tom dengan menjual Tom, dan ketika Matia yang egois, menuntut perhatian hanya untuk dirinya sendiri, melarang budak St. Clare berduka atas kemarian putrinya, Eva. Pembelaan akan perbudakan yang umumnya ada mengklaim bahwa institusi itu menguntungkan para budak karena sebagian besar majikan memberikan perlakuan terbaik untuk budak mereka. Stowe membantah argumen ini dengan penggambarannya yang menggigit, bersikeras bahwa hal terbaik bagi budak adalah kebebasan mereka.

Di sepertiga akhir buku, Stowe meninggalkan lapisan kehidupan yang menyenangkan di rumah Shelby dan St. Clare dan membawa pembacanya ke perkebunan Legree, di mana kejahatan perbudakan muncul dalam bentuknya yang paling mengerikan. Cerita yang keras dan biadab ini, di mana para budak mendapatkan kekerasan, pelecehan seksual, dan bahkan pembunuhan, memberikan efek kejutan dalam argumen Stowe. Jika perbudakan pun salah dalam lingkup terbaiknya, maka dalam kasus terburuk itu adalah perbuatan tidak manusiawi. Dalam perkembangan struktural novel antara perkebunan yang menyenangkan dan neraka, kita dapat melihat retorika yang digunakan Stowe. Pertama, dia menepis pembelaan pembaca yang setuju akan adanya perbudakan dengan menunjukkan kejahatan perbudakan dari lingkungan mereka yang terlihat baik. Dia kemudian menyajikan ketidaksetujuannya sendiri melawan perbudakan dengan memperlihatkan kejahatan perbudakan yang paling buruk.

Ketidaksesuaian NIlai Perbudakan dan Kristiani

Menulis untuk pembaca yang mayoritas beragam Protestan, Stowe berusaha keras untuk menggambarkan fakta bahwa sistem perbudakan dan etika kristinani saling bertentangan. Tidak ada orang Kristen, tegasnya, yang bisa menoleransi perbudakan. Sepanjang Novel, semakin religius seorang tokoh, semakin dia menolak perbudakan. Eva, tokoh kulit putih yang paling sempurna dari sisi moral dalam novel ini, tidak memahami mengapa ada orang yang melihat perbedaan antara kulit hitam dan kulit putih. Sebaliknya, Legree yang memiliki moralitas buruk dan tidak beragama mempraktikkan perbudakan sebagai kejahatan yang disengaja. Kekristenan, dalam novel Stowe, berdasar pada prinsip cinta yang universal. Jika semua orang menerapkan prinsip ini, Stowe menegaskan, tidak mungkin satu segmen manusia pun akan menindas yang lainnya. Oleh karena itu, nilai-nilai kristen tidak hanya bertentangan dengan perbudakan, tetapi juga dapat digunakan untuk menghapuskan perbudakan.

Pemburu budak Tom Loker merasakan nilai-nilai itu setelah dia diselamatkan oleh budak yang hendak dia tangkap, dan setelah dirawat oleh Quaker yang murah hati dan sangat religius. Dia pun berubah. Selain itu, Uncle Tom pada akhirnya menang atas perbudakan dalam kepatuhannya pada perintah-perintah kristiani untuk “mengasihi musuhmu.” Dia menolak untuk menodai iman kristennya saat dihadapakan pada banyak masalah di perkebunan Legree. Ketika dia dipukuli sampai mati oleh Legree dan anak buahnya, dia pun telah memaafkan mereka. denagn sikap itu, Tom menjadi seorang martir kristen, sebuah contoh baik bagi para kulit putih maupun hitam. Kisah hidupnya mengungkap kejahatan perbudakan-ketidaksesuaiannya dengan nilai kristen- dan menunjukkan jalan perubahan melalui cinta kasih Kristen.

Kekuatan Moral Perempuan

Meskipun Stowe menulis Uncle Tom’s Cabin sebelum perkembangan gerakan hak-hak perempuan di akhir tahun 1800an, pembaca tetap menganggap buku ini sebagai contoh gerakan feminisme awal. Novel ini menggambarkan perempuan sebagai pemilik moralitas yang setia, dan berani, lebih daripada laki-laki. Stowe menunjukkan adanya kesinambungan antara penindasan orang kulit hitam dan penindasan perempuan. Selain itu ia menunjukkan bagaiamana kekuatan satu kelompok tertindas ini dapat membantuk kelompok tertindas lainnya. Wanita kulit putih dapat menggunakan pengaruh mereka untuk meyakinkan suami mereka-orang-orang dengan hak suara – tentang kejahatan perbudakan.

Sepanjang novel, pembaca melihat banyak contoh ideal dalam keperempuanan, ibu dan istri berusaha untuk  menyelamatkan suami atau anak laki-laki mereka yang memiliki moral lebih rendah. Contohnya yaitu Mrs. Bird, ibu dari St. Clare, ibu Legree, dan pada tingkat sosial yang lebih rendah, Mrs. Shelby. Novel itu menggambarkan perempuan kulit hitam dalam sikap yang sangat positif. Perempuan kulit hitam pada umumnya diperlihatkan sebagai sosok kuat, berani, dan dapat diandalkan, seperti yang terdapat dalam tokoh Eliza. Dalam kasus di mana perempuan tidak bertindak dengan moral yang baik- seperti Ptue yang sering mabuk, atau Cassy yang membunuh bayinya, dosa-dosa itu justru ditampilkan sebagai akibat dari pengaruh jahat perbudakan daripada imoralitas perempuan itu sendiri. Tidak semua perempuan berperilaku dengan moral yang baik: Marie adalah sosok yang picik dan kejam, dan Ophelia memulai novel dengan banyak prasangka buruknya. Meskipun demikian, novel ini memperdebatkan sisi baik dan jahat perempuan yang alamiah, menunjuk pada kebijaksanaan moral yang melakat pada gender secara keseluruhan, dan mendorong kebijakasaan sebagai kekuatan pendorong perubahan sosial.

MINI ESAI

Perempuan berperan dengan penguasaan moral yang baik dalam Uncle Tom’s Cabin. Mereka seringkali menjadi sosok ibu, istri dan penasihat yang ideal, yang hampir seperti malaikat, mereka menjadi pembimbing moral. Contoh sosok tersebut antara lain Mrs. Shelby, Mrs. Bird, ibu St. Clare, dan ibu Legree. Sebaliknya, Stowe banyak menggambarkan laki-laki sebagai sosok yang kasar, serakah, dan moral lemah. Namun paman Tom menjadi pengecualian dari sosok laki-laki seperti itu. Seperti banyak tokoh wanita lainnya, Tom berperan sebagai pembimbing moral. Mungkin persamaan ini dapat dipahami bila kita melihat posisi ketidakberdayaan yang sama antara perempuan kulit putih dan budak kulit hitam. Stowe tidak memperlihatkan secara terang-terangan hubungan antara penindasan perempuan dan penindasan budak kulit hitam, namun dia mengisyaratkannya melalui struktur penulisan paralelisme dan kontras yang dibuatnya.

Kesejajaran dan pertentangan adalah struktur penulisan yang kuat dalam novel Uncle Tom’s Cabin. Novel ini menampilkan dua plot yang berlawanan, narasi budak dan narasi pelarian. Pembaca dapat membedakan arah yang berbeda, baik secara harfiah maupun simbolis, yang diperlihatkan oleh alur ceritanya. Eliza dan suaminya melakukan perjalanan jauh ke utara, menemukan kebebasan dan kebahagiaan, sementara Tom melakukan perjalanan jauh ke selatan, memasuki pengorbanan dan kematian.

Pertentangan lain dalam novel ini yaitu narasi ibu yang baik dari Eliza dengan narasi ibu yang buruk dari Cassy. Pembaca juga dapat membandingkan dan membedakan berbagai peran wanita dalam cerita ini, dari Mrs. Shelby yang jujur hingga Marie yang mengerikan; selain itu, pembaca dapat membedakan kepolosan masa kecil Eva dan sinisme orang dewasa dari Haley, Legree, atau St. Clare. Pengorbanan Paman Tom berlawanan dengan, tetapi tidak menentang, kepahlawanan George Harris. Penggunaan teknik pertentangan atau kontras ini tampaknya sangat tepat untuk sebuah novel yang mengkritik bangsa yang terpecah secara politik dan masyarakat yang diatur oleh pebedaan ras dan gender. Berlawanan dengan pemikiran konvensional, teks ini menampilkan persamaan dan perbedaannya melampaui apa yang diterima masyarakat. Cerita novel ini membandingkan posisi tertindas perempuan kulit hitam dan kulit putih, menghubungkan Tom dan Quaker dalam ranah religiusitas mereka, mengaitkan Eva dan Topsy dalam kenaifan mereka, dan menghubungkan Eva dan Tom dengan Yesus Kristus. Simon Legree adalah perwakilan dari kejahatan perbudakan yang paling mengerikan, lahir di Utara, Vermont. Di sisi lain, George Shelby, yang akhirnya membebaskan dirinya dari perbudakan, menjalani sisa hidupnya di perkebunan Selatan. Dengan asosiasi ini Stowe menantang dikotomi konvensional antara hitam dan putih, laki-laki dan perempuan, Utara dan Selatan.

Stowe mengakui bahwa kondisi geografis dan lingkungan tempat lahir mereka dapat menentukan apakah seseorang dapat memptraktikkan perbudakan, tetapi dia tidak akan membiarkan hal tersebut digunakan sebagai alasan untuk memaklumi perbuatan tersebut. misalnya, St. Clare memberi tahu Ms. Ophelia bahwa banyak orang terkemuka di New England akan menjadi pemiliki budak bila mereka tinggal di Selatan. Stowe tentu tidak mengizinkan situasi itu menjadi pembenaran akan perbudakan melainkan dakwaan akan kemanusiaan. Semua orang memiliki beberapa potensi kejahatan, dan karena itu semua orang berkesempatan memiliki budak. Bergantung pada kondisi kelahiran seseorang, kejahatan dapat hadir dalam bentuk yang berbeda-beda. Seseorang harus berusaha untuk menghindari kemungkinan kejahatan ini dilembagakan.

 

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Novel Emma

Analisis Novel The Secret Garden

Analisis Novel Breakfast at Tiffany's