Analisis Novel Little Women

  

Memahami Little Women

Diterjemahkan dari SparkNotes



Unsur Sastra

TEMA

Perjuangan Perempuan antara Kewajiban Keluarga dan Perkembangan Diri

Meski sekilas terlihat seperti sebuah cerita sederhana tentang perjalanan kehidupan empat gadis keluarga March dari masa kanak-kanak hingga dewasa, Little Women sebenarnya berpusat pada konflik kehidupan perempuan muda-tentang apa yang dia berikan kepada dirinya sendiri, dan apa yang dia berikan kepada keluarganya. Dalam novel, penekanan pada tugas-tugas rumah tangga dan keluarga menghalangi perempuan untuk memperhatikan perkembangan kemampuan diri mereka. Bagi Jo dan, dalam beberapa kasus, Amy, masalah untuk menjadi seniman profesional dan wanita berbakti menciptakan konflik dan penolakan akan batasan-batasan yang dibuat oleh masyarakat Amerika abad kesembilan belas.

Pada saat Alcott menuliskan novelnya, status perempuan dalam masyarakat mulai meningkat. Namun, seperti halnya perubahan norma sosial, kemajuan menuju kesetaraan juga berjalan lambat. Melalui empat gadis bersaudara, Alcott mengeksplor empat kemungkinan cara untuk menghadapi keterikatan perempuan pada harapan sosial di abad sembilan belas: menikah muda dan membentuk keluarga baru, seperti yang dilakukan Meg; tunduk dan patuh pada orang tua dan keluarga dekat, seperti Beth; fokus pada seni, kesenangan, dan pertemanan, seperti yang dilakukan Amy pada awalnya; atau berjuang untuk menyeimbangkan menjadi anggota keluarga yang patuh dan menjalani kehidupan profesional yang bermakna, seperti Jo. Sementara Meg dan Beth menjalani peran yang seharusnya dilakukan perempuan menurut masyarakat, Amy dan Jo justru berusaha untuk membebaskan diri dari aturan itu dan memberdayakan diri mereka. Pada akhirnya, bagaimanapun, baik Amy dan Jo menikah dan menetap dalam kehidupan pada umumnya. Meski Alcott tidak menegaskan bahwa satu model kehidupan perempuan lebih baik dari yang lain, dia menyadari bahwa ada kehidupan yang lebih realistis dari yang lain.

Bahaya Stereotipe Gender

Little Women mempertanyakan keabsahan stereotipe gender, perempuan dan laki-laki. Jo, terkadang, tidak ingin menjadi wanita konvensional. dalam keinginan dan tindakannya, dia menolak peran gender yang telah ditetapkan. Dia ingin mencari nafkah, misalnya-sebuah kewajiban yang diperuntukkan bagi laki-laki. Juga, dia memakai gaun yang memiliki bekas terbakar ke pesta, bukti bahwa dia tidak peduli dengan keanggungan, sebuah sikap yang diinginkan masyarakat Amerika pada perempuan abad sembilan belas. Demikian pula, kadang-kadang Laurie tidak bertingkah bagai laki-laki konvensional. Dia ingin bermusik, yang pada saat itu diidentikkan dengan feminitas, bukan berbisnis, seperti yang diharapakan masyarakat. Bahkan nama panggilannya, Laurie, yang lebih suka ia gunakan daripada panggilan yang lebih maskulin, Theodore, memperlihatkan sisi femininnya. Alcott memberikan penghargaan tertinggi kepada Jo dan Laurie yang menolak mewujudkan stereotipe genre, dan rela menghadapkan dirinya pada berbagai tantangan.

Kebutuhan untuk Bekerja

Selama di Little Women, para March bersaudari mencoba menemukan kebahagian mereka melalui kegiatan sehari-hari, mimpi mereka, dan kehadiran satu sama lain; tetapi ketika mereka tidak terlibat dalam kerja yang produktif, mereka merasa bersalah dan menyesal. Ketika mereka memanjakan diri dalam keegoisan dengan berdandan, mengabaikan tugas, atau membalas dendam, para gadis itu merasa tidak bahagia. Satu-satunya cara mereka menemukan kebahagiaan itu ketika mereka bekerja, entah untuk menghasilkan atau demi kepentingan keluarga mereka. Novel itu menggambarkan pentingnya etos kerja dari kepercayaan Puritan, yang menganggap bahwa bekerja adalah perbuatan yang suci. Etos kerja ini, yang sejalan dengan ajaran spiritual yang membesarkan Alcott, berakar di New England, dimana para Puritan bermukim dan tempat yang menjadi latar cerita. Alcott menyatakan bahwa bekerja bukan hanya untuk menghasilkan materi, namun terlebih sebagai perwujudan kebaikan batin dan kreativitas melalui produktivitas.

Pentingnya Ketulusan

Little Women berusaha untuk mengajarkan tentang pentingnya menjadi tulus. Untuk menegaskan hal ini, Alcott membandingkan keluarga March dengan perempuan muda yang lebih kaya seperti Amy Moffat dan Sally Gardiner. Transendatalis menekankan pentingnya memperhatikan spiritualitas diri daripada duniawi, seperti kekayaan dan penampilan, dan Alcott memasukkan filosofi ini ke dalam Little Women.

MOTIF

Musik

Di Little Women, musik memiliki hubungan yang menarik dengan kepribadian masing-masing karakter. Untuk March bersaudari, semakin bagus musikal seseorang, semakin feminin dan patuh ia pada peran-peran tradisionalnya. Marmee bernyanyi untuk anak-anaknya sepanjang waktu, dan dia adalah perwujudan ibu rumah tangga yang ideal. Begitupun dengan Beth, ia sangat musikal dan ia pasif. Sebaliknya, Amy memiliki suara yang buruk dan Jo bahkan lebih buruk; kedua gadis itu mandiri dan sering memberontak akan batasan yang ditetapkan pada perempuan. Menariknya, Laurie juga menyukai musik dan ingin menjadi musisi professional, dan hal itu membuatnya memainkan peran tradisional yang diharapkan pada seorang pria.

Teaching

Banyak karakter dalam Little Women adalah seorang guru, memperkuat gagasan bahwa novel ini bersifat mendidik dan kita memang bisa belajar dari novel. Mr. March, misalnya, adalah seorang pendeta, dan dia mengajar jemaatnya. Marmee, seorang ibu transendentalis yang baik, mengamalkan ajaran suaminya. Mr. Brooke dan Professor Bhaer, dua pria yang dinikahi gadis March, berprofesi sebagai guru. Pada akhirnya, Jo mewarisi Plumfield, rumah bibi March, dan dia bersama Bhaer mengubahnya menjadi sekolah untuk anak laki-laki. Interaksi yang sering kita jumpai antara karakter dan pengajaran-baik yang mengajar maupun yang belajar-mencerminkan masyarakat beradab tempat mereka tinggal.

Perbedaan Bahasa

Bahasa muncul dalam keseluruhan novel sebagai pertentangan dari kreativitas: semakin tepat bahasa yang digunakan oleh March bersaudari semakin tidak kreatif dan mandiri dia. Beth tidak banyak bicara, misalnya, Meg menggunakan bahasa yang sopan; keduanya adalah Wanita feminin, dan penggunaan bahasa mereka mencerminkan harapan masyarakat terhadap sosok perempuan yang ideal. Sebaliknya, Jo sering mengumpat dan Amy sering mengucapkan kata-kata yang salah. Keduanya, si seniman mandiri dalam keluarga, menolak menyesuaikan diri dengan tata krama yang ditetapkan masyarakat, termasuk menggunakan bahasa yang tepat dan perkataan yang sopan.

SYMBOLS

Umbrellas

Dalam Little Women, payung menandakan perlindungan dari laki-laki yang ditawarkan untuk para perempuan. Sebelum Meg dan John Brooke menikah, Jo pernah kesal dengan payung milik Mr. Brooke. Sepertinya Jo marah karena Mr. Brooke hadir untuk menjaga kakaknya. Di akhir novel, Professor Bhaer memberikan payungnya untuk Jo, dan penerimaan Jo menandakan bahwa dia siap untuk menerima tidak hanya cinta dan perlindungan, tapi juga gagasan bahwa laki-laki seharusnya memberikan cinta dan perlindungan kepada perempuan.

Terbakar

Little Women dipenuhi dengan citra-citra terbakar yang mewakili tulisan, kejeniusan dan kemarahan. Pada suatu pesta, Jo mengenakan gaun dengan bekas terbakar di bagian belakang, yang melambangkan penolakannya untuk memainkan peran wanita konvensional. Dalam kemarahan, Amy membakar naskah Jo karena tidak mengijinkannya ikut bermain. Di akhir novel, Jo membakar cerita sensasionalnya setelah Professor Bhaer mengkritik gaya penulisan tersebut. Api ini juga tampaknya menghancurkan sosok Jo yang kita kenal di awal cerita, ini menandakan akhir dari sosok Jo yang berapi-api.

MINI ESSAYS

Di permukaan, novel ini menyajikan kisah empat gadis muda yang berbeda-beda sehingga setiap pembacanya setidaknya bisa mengidentifikasi diri mereka seperti salah satu karakter dan belajar dari kesalahan-kesalahn mereka. Dengan cara ini, Little Women dinggap menyerupai novel didaktik, sebuah karya yang dimaksudkan untuk memberi pembelajaran moral kepada pembacanya. Selain itu, novel ini juga menunjukkan berbagai pilihan yang dimiliki perempuan di tahun 1860an: mereka bisa tinggal di rumah, seperti Beth; mereka bisa menikah, seperti Meg; mereka bisa menjadi perempuan modern dan sukses, seperti Amy; atau mereka bisa berjuang menyeimbangkan kehidupan profesionalnya dan kehidupan pribadinya, seperti Jo.

Banyak pembaca menjadikan Jo sebagai karakter kesukaan mereka, dan sepertinya Alcott telah membuat sesuatu yang lebih bermanfaat di Little Women daripada sekedar memperkenalkan dan mengembangkan empat jenis perempuan yang berbeda. Jo adalah satu-satunya karakter dengan kepribadian yang paling disukai pembaca sebelum dia berubah dan menjadi lebih feminin. Melalui karakter Jo, Alcott menciptakan jenis pahlawan perempuan yang baru, seseorang yang memiliki kekurangan dan manusiawi-dan ia jauh lebih disukai karena kekurangan itu.

Sebuah istilah di era Victoria, “Little Women” digunakan sebagai bentuk panggilan kasih sayang dalam novel. Mr. March memanggil putrinya dengan “Little Women” dalam surat yang ia kirim dari wilayah perang. Istilah ini menunjukkan masa transisi dari seorang gadis menjadi seorang wanita, sebuah waktu yang digambarkan dalam kehidupan March bersaudari. Namun “little” juga merupakan kata yang mengecilkan. Sangat menarik bahwa Alcott menggunakan kata tersebut ketika dia nampaknya ingin meningkatkan status perempuan dalam novel. Novel ini juga banyak menggunakan citra tentang fisik: Jo, misalnya, selalu digambarkan bertubuh besar, dia memiliki kaki yang besar, dan tangannya bahkan dapat merusak sarung tangan Meg. Selain itu, Amy memberitahu Jo bahwa “dia lebih dari yang ia pikir tentang dirinya” lebih daripada Amy.

Namun di luar aspek fisiknya, Jo bermimpi besar, dan sepanjang cerita, dia adalah saudara perempuan yang paling mandiri dan kreatif. Sebaliknya, Meg adalah gadis yang sangat konvensional; juga, sepatunya digambarkan terlalu ketat, dan rumahnya dengan John terlalu sempit. Alcott merefleksikan keterbatasan Meg seperti keterbatasan lingkungannya, menunjukkan bahwa, secara umum, wanita sangat dibatasi. Melalui penggunaan istilah “Little Women”, Alcott mungkin menyarankan bahwa peran wanita terlalu kecil dan terbatas bagi Jo, dan tidak diragukan lagi juga untuk banyak perempuan pada masanya.

Perang saudara tidak pernah disebutkan secara langsung dalam Little Women. Di awal novel, kita semua tahu bahwa Mr. March “berada jauh, di mana pertempuran sedang berlangsung.” Di awal novel, Jo meratap karena tidak dapat bergabung dalam peperangan; hanya laki-laki, seperti Mr. March, yang bisa pergi. Sejak momen tersebut, kita tidak penah lagi mendengar banyak tentang perang kecuali ketika Mr. March sakit. Memang, Alcott lebih focus pada isu-isu domestik dan isu pribadi  dalam kehidupan March bersaudari. Situasi ini berbanding terbalik dengan banyak novel yang ditulis oleh laki-laki pada masa itu: di cerita mereka, narasi tentang perang menjadi tema utama dan permasalahan hidup sehari-hari tidak disajikan. Sebab perempuan biasanya hanya berada di ruamah dan melakukan hal yang remeh-temeh, cerita mereka tertutup dengan dominasi karya laki-laki. Dalam Little Women, Alcott menyoroti perempuan dan rumah tangga: dia menyingkirkan laki-laki untuk menceritakan kehidupan perempuan. Salah satu contoh yang mencolok, Laurie ditampilkan sebagai laki-laki asing yang ingin bergabung dalam lingkungan March bersaudari. Hal ini berbalik dengan awal cerita, dimana Jo ingin bergabung dengan lingkungan laki-laki. Dalam novelnya, Alcott mendokumentasikan perempuan dan kehidupan domestiknya, dan menunjukkan bahwa mereka sama penting dan berharganya seperti cerita laki-laki dan petualangannya.

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Novel Emma

Analisis Novel The Secret Garden

Analisis Novel Breakfast at Tiffany's